Kamis, 05 Februari 2015

Martha Graciela's Missions [Prolog : The Super-Spy named Martha Graciela]


****

Mata-mata, siapa yang tidak mau menjadi seorang mata-mata? Pekerjaan yang berupa sebuah praktik untuk mengumpulkan informasi mengenai sebuah organisasi atau sebuah lembaga yang dianggap rahasia tanpa mendapatkan izin dari pemilik yang sah dari informasi tersebut. 

Seorang gadis bernama Martha Graciela atau yang biasa dipanggil Grace, merupakan gadis yang biasa-biasa saja. Awalnya, ia sama sekali tidak tertarik bercita-cita untuk menjadi seorang mata-mata melainkan ia bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Namun, karena suatu alasan, akhirnya Grace terpaksa mengurungkan niatnya untuk menjadi seorang dokter. Ya, Grace terpaksa harus menjadi mata-mata yang sama sekali bukan cita-citanya sejak kecil dulu. 

Awalnya, Grace hampir menyerah dengan pekerjaannya itu, tapi, lama-kelamaan Grace menemukan kesenangan dalam pekerjaannya sebagai mata-mata. Lebih menyenangkan daripada seorang dokter, menurutnya pribadi. Karena ia sudah senang dengan pekerjaannya sebagai seorang mata-mata, ia sudah tidak mau lagi menjadi seorang dokter. Dengan kata lain, Grace tetap ingin menjadi seorang mata-mata dan tidak mau pindah profesi yang lain. 

Dengan bantuan dari teman-teman se-profesinya, Grace melakukan setiap misi yang diberikan dan menyukseskannya dengan sempurna. Meskipun awalnya terpaksa, tapi Grace semakin mencintai pekerjaannya dan ia menjalankannya seperti ia memang awalnya bercita-cita untuk menjadi seorang mata-mata dan bukan paksaan. 

Namun, dibalik semua itu, ada satu misteri yang harus ia pecahkan dengan dirinya sendiri. Ya, ia harus menemukan teka-teki yang diberikan oleh Shani, kakaknya yang telah lama menghilang tanpa kabar. Grace hanya ditinggalkan sepucuk surat berisi perintah yang mengharuskannya memata-matai sebuah organisasi, organisasi yang mungkin akan mempertemukan Grace dengan kakaknya, Shani. Demi itu, Grace menjadi seorang mata-mata dan tidak menjadi seorang dokter. 

Bagaimanakah kehidupan Grace sebagai seorang mata-mata profesional? Bagaimanakah ia bisa menjalankan setiap misi yang diberikan oleh Boss-nya dan menyelesaikannya dengan sempurna? Dan, apakah ia bisa pergi ke tempat yang Shani, sang kakak itu maksud agar ia bisa bertemu dengannya? Dan apakah yang akan terjadi pada Grace maupun Shani setelah mereka berdua bertemu? Akankah Grace berhasil menemukan 'kode' yang Shani berikan padanya? Atau, Grace akan mati di tangan Shani? 


Martha Graciela's Mission - Prolog : End

Senin, 03 November 2014

Black Rock Shooter [Prolog - Who Are You?]

***

[Pararel World] 

Di sebuah dunia aneh, tempat dimana setiap jiwa yang telah mati sekali hidup kembali menjadi jahat, terus berdatangan dan bertempur satu sama lain. Jiwa-jiwa itu hanya menginginkan kekuasaan serta kekuatan tinggi demi satu tujuan, yaitu, "menjadi penguasa dunia pararel." Setiap jiwa merupakan keterbalikan dari sifat "manusia" mereka di dunia nyata. Jika di dunia nyata mereka adalah manusia yang baik pada "sahabat" mereka sendiri, namun, di dunia pararel mereka ber-musuhan dan akan saling membunuh satu sama lain. 

Meskipun dunia pararel kelihatannya kacau, namun, dunia pararel memiliki seorang pahlawan yang menentang adanya prinsip "membunuh, lalu kau menjadi penguasa dunia pararel." Dia adalah seorang gadis yang memiliki sifat manusia dan berniat baik serta menyelamatkan jiwa-jiwa yang di kendali-kan oleh kegelapan. Dia adalah Black Rock Shooter, gadis penyelamat dunia pararel yang di beri gelar pembela kebenaran, cahaya pembawa harapan, dan lain-nya. 

Namun, sayang-nya, sang legenda dunia pararel, Black Rock Shooter, telah menghilang entah kemana setelah mengalahkan pengendali kegelapan, Insane Black Rock Shooter. Dari situ-lah, ekspekulasi bermunculan dari mana-mana. Seperti Black Rock Shooter kembali ke dunia nyata dan dia mati di dunia nyata sebagai manusia, kehilangan kekuatan, di bunuh oleh Insane Black Rock Shooter, bunuh diri, dan lain-lain. Namun, pada kenyataan-nya, tak seorang pun tahu kemana menghilang-nya Black Rock Shooter, sang legenda dunia pararel. Atau, Black Rock Shooter memang kembali ke dunia nyata, lalu mati sebagai "manusia"? Tidak ada yang tahu. Kini, Black Rock Shooter hanyalah cerita pengantar tidur untuk anak-anak.

------------------------------------------------------------

[Someone's Dream]

Seorang gadis berambut panjang hitam membuka kedua matanya. Gadis itu mencoba duduk dari tempat ia berbaring. Gadis itu melihat ke sekeliling-nya. Gadis itu mengetahui dimana ia berada. Ini… Dunia pararel, pikir-nya. Namun, gadis itu tidak begitu mengetahui dimana dirinya, ia hanya tahu bahwa itu adalah dunia pararel, tempat dimana Black Rock Shooter beraksi. 

"Kau sudah bangun, 'Yang terpilih'?" tanya seseorang. 

Gadis itu menoleh-kan kepala-nya ke arah sumber suara tersebut. Ia melihat sesosok gadis mengenakan jaket lengan panjang, berambut panjang dan di kuncir dua, dan bola mata berwarna biru dan api biru berkorbar dari mata kiri-nya. "Si… Siapa kau?" tanya Gadis berambut hitam. 

"Siapa aku? Aku adalah……," si Gadis dengan api biru di mata-nya melanjutkan, "Aku dirimu di dunia pararel."

Si gadis dengan api biru di mata itu melompat dan berdiri dengan gagah-nya. Api biru menyala di mata kirinya dan ia melihat ke arah gadis berambut hitam itu.

"Namaku…. Black Rock Shooter." 

Sabtu, 28 Juni 2014

K-Ran666er Side Story [Chapter 1 - The Cursed Chain of Friendship (Dellia & Woshrek/Novinta)]


 

***

Malam itu, di sebuah restoran yang terletak pada lantai dasar mall fx, terlihat kedua pemuda perempuan sedang berbincang-bincang. 

"Hei, tadi Shafa hebat ya… Meskipun dia hanya back dancer saja tapi dia membuatku terpukau dengan kemampuan menari-nya."

"Kau betul Novinta, tadi Via juga sudah menunjukkan yang terbaik meskipun dia hanya back dancer untuk lagu Junjou Shugi." 

"Apakah menurutmu dia akan cocok jika di promosikan ke tim tidak? Seperti tim J, tim K3…. Apakah JOT tidak memiliki mata untuk melihat bakat? Kenapa orang sehebat Shafa masih saja berstatus Trainee? Kalau dia di promosikan masuk ke tim, dia pasti akan bahagia !"

"Hmmm, soal di promosikan atau tidak itu adalah urusan dari manajemen…. Kita yang merupakan teman mereka yang masih berstatus Trainee bisa melakukan apa? Mungkin pihak manajemen sengaja melakukannya agar Shafa bisa bersabar dan bisa masuk ke tim yang Shafa inginkan."

"Ah, benarkah itu Dellia? Kalau iya, mungkin manajemen sengaja melakukan itu untuk mengetes sebarapa jauh Shafa berkembang, lalu setelah Shafa sudah matang dan siap mental dia akan masuk ke tim yang ia inginkan, begitu kan maksudmu Dellia? Sistemnya mungkin memang seperti itu. Kita harus bersabar ya… Ah, ngomong-ngomong, ini sudah larut malam. Kita pulang saja ya? Kau sudah selesai makan, kan Dellia?"

"Ah? Aku sudah selesai kok, ayo kita pulang Novinta. Oh iya, besok jangan lupa untuk menjemputku ya, besok ada Direct Selling di Theater, kan? Tepati janjimu ya, Novinta. Jangan sampai aku menjitak kepalamu, mengerti?"

"Hmmm, ok kok. Sampai bertemu besok."

Malam pun berlalu sampai esok hari datang. Keesokkannya, Novinta pun datang dengan mobil-nya menjemput Dellia untuk acara Direct Selling. Saat Novinta menekan bel rumah Dellia, samar-samar Novinta mendengar percakapan Dellia di telepon dengan seseorang. 

"Yaaah, mau apalagi kan, Sisil? Yang menentukan seorang Trainee di promosikan ke sebuah tim itu adalah hak dari manajemen yang bersangkutan, bukan? Asal kau tahu saja Sisil, Novinta ingin sekali Shafa masuk ke tim J. Padahal, belum ada kepastian Shafa akan masuk ke tim J dari manajemen. Padahal, saat pengumuman terbentuknya tim K3, nama Shafa tidak di sebutkan. Padahal, Shafa sudah yakin pasti dia akan menjadi anggota tim K3, tetapi sayangnya manajemen tidak menyebutkan namanya dalam daftar anggota tim K3 karena menurut manajemen menganggap Shafa belum matang dan belum siap masuk menjadi seorang anggota tim serta belum kuat mental. Kasihan Shafa, bukan? Cukup memprihatinkan sekali ya, Sisil. Hahaha….."

Novinta yang mendengarnya sakit hati. Ia tak menyangka bahwa sahabatnya sendiri mengatakan kata-kata yang sangat menusuk dirinya walaupun Novinta bukanlah Shafa. Dengan perasaan kesal serta emosi yang sudah tak tertahankan, Novinta masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari rumah Dellia pergi ke suatu tempat dan memacu gas mobilnya secepat mungkin. Dellia yang mendengar suara mobil milik Novinta terkejut dan mematikan teleponnya. 

"Itu suara mobil Novinta kan? Tapi kenapa ia bisa….. Ah, sialan !," Dellia bergegas pergi menggunakan motor sport-nya mengejar Novinta. 

Di sebuah tempat pelabuhan kecil yang sudah tak terawat lagi, Novinta merenungkan dirinya sembari melihat langit mentari senja. Novinta tak pernah menyangkal bahwa Dellia akan mengatakan sesuatu yang seperti itu yang mungkin tak akan pernah di ucapkan di hadapannya oleh Dellia seorang. Novinta meneteskan air matanya karena ia marah dan sakit hati mendengar kata-kata yang ia anggap menyebalkan, apalagi dari sahabatnya sendiri. Bagi Novinta, itu sangat mengecewakan. Di dalam diri Novinta, sisi gelapnya bergejolak bagaikan api yang bersemangat untuk membakar semua yang ada di sekitarnya. Kekesalan Novinta makin memuncak. Seperti ada yang tidak biasa dalam dirinya, seperti ada perasaan dari sisi gelapnya yang memberontak yang ingin membuat Novinta lupa akan jati diri-nya sendiri. 


 Tidak lama kemudian, Dellia pun datang menggunakan motor sport-nya. Dellia menghampiri Novinta yang menangis. "Hei, Novin…..," saat Dellia ingin menepuk bahu Novinta, terdapat aura kesedihan dan kekesalan mengiringi seluruh tubuh Novinta. Novinta menolehkan wajahnya dan melihat Dellia yang ia benci dengan air mata yang masih mengalir serta matanya yang memerah. "No, Novinta?" ujar Dellia terkejut saat melihat Novinta yang berekspresi seperti itu. 

"Diam kau, Dellia ! Aku benar-benar tidak percaya bahwa kau…. Kau….. Kau tega berkata seperti itu di belakangku ! Memangnya apa salahku? Apakah menurutmu itu salah mendukung Shafa yang masih berstatuskan Trainee ya, HAH ?!"

"Bu, bukan begitu, Novinta ! Aku tidak bilang kalau kau salah mendukung Shafa yang masih Trainee, tetapi, kita harus realistis…" 

"Realistis? Realistis, katamu ?! Dengarkan aku, setiap manusia selalu memiliki harapan, Dellia ! Aku yakin akan harapanku atas nama Shafa. Sebenarnya, kau tak suka aku berharap Shafa masuk tim J, kan? Tidak apa-apa kau sebagai sahabatku tidak setuju dengan harapanku. Cukup aku yang berharap sendiri dan aku akan terus berdoa kepada Tuhan untuk mengabulkan harapanku atas nama Shafa ! CUKUP AKU SENDIRI DELLIA, CUKUP AKU SENDIRI YANG MENGABULKANNYA !!!"

"Baiklah, maafkan aku, Novinta ! Aku memang salah mengatakannya di belakangmu ! Tetapi, kau cuma salah pah…." 

"DIAM KAU, DELLIA ERDITA !!!!"

Tiba-tiba, suasana di pelabuhan bekas itu menjadi gelap. Angin bertiup dengan kencang, petir bersahut-sahutan di langit, badai dahsyat menemani keduanya. Semua itu adalah sebagai perwujudan kemarahan Novinta yang marah serta benci pada Dellia, sahabatnya sendiri. Air mata Novinta yang tadinya air mata biasa berubah menjadi merah darah. Suatu dari dalam diri Novinta melonjak dan mengambil alih jati diri Novinta. Ya, Novinta sudah melupakan jati diri-nya sendiri. Air mata darah yang mengalir dari kedua pelupuk matanya membasahi pipinya. Novinta yang itu sudah pergi dan Novinta sudah di kuasai oleh sisi gelapnya sendiri. 

"Novinta, apa-apaan ini? Sebenarnya, ada apa ?!" 

"……"

"Novinta, sadarlah ! Lihatlah kenyataannya ! Kenapa kau tidak pernah menerima kenyataannya, padahal kau sendiri tahu manajemen belum ingin mempromosikan dirinya ke tim mana pun, kan ?!"

"Kubuat kau merasakan akibatnya karena kau sudah meremehkan Shafa serta anggota Trainee yang lainnya, Dellia !" 

"Tunggu dulu, Novinta ! Bukankah sudah kubilang, itu hanya salah pah…."

Belum sempat melanjutkan kata-katanya, Novinta menyerang Dellia hanya dengan menggerakkan tangan kanannya. Dellia terpental ke belakang hingga tubuhnya menabrak sebuah tembok di belakangnya. "Ukh…… Akh….." erang Dellia kesakitan. Kesadaran Dellia mulai hilang kesadaran. Samar-samar, Dellia melihat Novinta yang sudah di kuasai oleh nafsu dari sisi gelapnya yang benci pada Dellia seperti menunjuk kearahnya dan mengangkat tubuhnya. Tubuh Dellia bergerak melayang mengikuti arah tangan Novinta. 

"Kau harus tahu seperti apa rasanya selalu di remehkan, Dellia !" 

Saat Dellia mulai kehilangan kesadarannya, tiba-tiba ia merasakan adanya sebuah kekuatan bergejolak pada telapak tangannya dan terarahkan sendiri kearah Novinta. Sebuah cahaya putih menghantam keras Novinta yang melayangkan tubuhnya. Novinta yang terkena sinar cahaya yang menghantam tubuhnya hingga ia terpental ke belakang dan otomatis ia tidak lagi memegang kendali tubuh Dellia, sementara Dellia terjatuh dari ketinggian dan tubuhnya membentur tanah dengan keras. 

"A… Apa ini? Aku… Apa yang… Apa yang telah ku-lakukan ?! Novinta ! Kau tidak apa-apa, kan?," ujar Dellia sembari berlari kearah Novinta.

Dengan nafas yang terengah-engah dan kepala yang mengeluarkan darah cukup banyak, Novinta pun bangkit. 

"Jangan ke sini, Dellia ! Aku bukan Novinta yang kau kenal. Aku bukan lagi seorang sahabat yang selalu bersama denganmu dan bertukar pikiran denganmu. Prinsip kita sudah berbeda sekarang."

"Tunggu dulu, Novinta ! Dengarkan aku dulu !," ujar Dellia sembari berjalan dengan kaki terpincang-pincang. Kesadarannya mulai menghilang lagi. Tubuh Dellia terjatuh lemas tepat di hadapan Novinta. 

"Aku bukan lagi Novinta yang kau kenal, Dellia ! Mulai sekarang, aku adalah Woshrek, Jendral Woshrek. Akan kubuktikan, aku akan menghancurkan semuanya. JKT48 akan ku-bubarkan ! Dan kalian para wota-wota tak berguna akan meratapi kesedihan tanpa ujung !"

"Tapi…. Novinta…. Kau harus…. De…. Dengar…. Aku tidak….. Meremehkan para…. Anggota Trainee…. Ak, ak-kku… Ha, hanya…." 

"Tidak usah banyak bicara, Dellia ! Mari kita lihat, siapa yang akan memenangkan pertarungan ini. Mulai sekarang, dari detik ini, dari jam ini, aku menyatakan pertarungan ini, Dellia ! Ya, antara kau dan aku ! Novinta… Ah, bukan. Tetapi, Woshrek dan Dellia ! Ada saatnya kita bertemu lagi nanti. Ku-buat kau menelan ludahmu sendiri ! Ku-buat kau menyesal telah meremehkan para Trainee, Shafa ! Aku akan menjatuhkan kesedihan tanpa batas dan ujung padamu ! Dan ingatlah satu hal, kita berdua sudah bukan SAHABAT LAGI ! KAU MENGERTI, DELLIA ERDITA ?!,"  Novinta berbalik arah dan berjalan menuju sebuah lubang telerpotasi berwarna hitam. 

Dellia ingin mengejar Novinta. Tetapi, kondisi tubuhnya tidak memungkinkan Dellia akan mengejar Novinta dan meminta maaf atas kesalah pahaman yang ia perbuat dengan membawa-bawa nama Shafa. "No…. Novinta… Tu, tunggu…. Aku….. Maafkkan….. Akku…. No-Novvintta….. Ma…. Maafkkan…. Aku…. Wo-Wosshhrek…." erang Dellia sembari menyeret tubuhnya dengan paksa berusaha mengejar Novinta. Punggung Novinta semakin menjauh. Sisi gelapnya sudah mengambil alih tubuh Novinta. 

Semakin lama semakin hilang tubuh Novinta dalam lubang teleportasi itu dan semakin pudar pula pandangan mata Dellia. Kini, yang bisa Dellia lihat adalah punggung Novinta yang makin menghilang seiringan dengan pemandangannya yang mulai kabur. Dellia meneteskan air matanya "No…. Vin…. Ta…. Ma-Maafkkan…. Akku…," Dellia pun pingsan tidak sadarkan diri dan di saat itu juga, Novinta sudah menghilang tanpa bekas juga jejak, meninggalkan Dellia yang terkapar tidak sadarkan diri dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya. 



~Beberapa bulan kemudian~


Dellia sedang duduk manis menikmati minumannya di restoran Starbucks. Lalu, seseorang berdiri di belakangnya. 

"Halo, Dellia… Lama tidak bertemu, ya."

"Kemana saja kau? Aku mengkhawatirkanmu, tahu," jawab Dellia tanpa menoleh ke belakang. 

"Aku sudah menyusun strategi dan kekuatan. Untuk menghancurkan kalian semua !"

Dellia menaruh gelasnya di meja dan menghela nafasnya heran. "Seperti biasa, kau tidak mendengarkanku dan tidak tahu aku sangat khawatir denganmu semenjak kita sudah tidak menjadi teman lagi, melainkan menjadi musuh." 

"Aku benci padamu. Kau tidak perlu khawatir lagi karena sekarang aku bukan anak yang baik-baik melainkan menjadi anak yang akan kau benci nantinya."

"Sudah kuduga, kau sudah membuang harga diri dan melupakan jati diri serta nama-mu sendiri, ya? Kau yang sekarang memang bukan anak yang baik-baik lagi, No… Ah, bukan. Woshrek." 

"Demi memuaskan nafsu-ku, aku akan menghancurkan Theater JKT48 yang selalu kalian para wota-wota tak berguna anggap sebagai kuil suci bagi kalian semua ! Aku akan membunuh kau dan orang-orang yang kau pilih menjadi K-Ran666er ! Lalu, aku juga akan membunuh Shafa."

"Apa kau yakin bisa membunuh Shafa? Bukankah kau pernah bilang padaku bahwa kau sayang pada Shafa, Woshrek?" 

"Cih, aku benci padamu, Dellia. Kau tidak pernah tahu apa isi hatiku yang sebenarnya ! Aku akan membunuh Shafa dan ku-penggal kepalamu lalu ku-pajang di kursi singgasanah-ku nantinya." 

"Kau benar-benar akan melakukan itu? Aku sangat heran terhadap dirimu, No.. Woshrek. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa reaksi dari Shafa ketika ia tahu kau sudah termakan oleh sisi gelapmu dan kau ingin membunuhnya demi memuaskan nafsu membunuhmu sendiri. Memangnya, kau sudah tidak punya hati nurani dan tidak sayang padanya lagi, Novi… Ah, maksudku… Woshrek?" 

"Kau selalu sombong, Dellia. Lihat saja nanti. Kubuat kau menyesal mengatakan kalimat itu ! Kubuat kau menelan ludahmu sendiri, kubuat kau meneteskan air mata darah, kubuat kau tahu rasanya selalu di remehkan, dan kubuat kau terkapar di depan Saktia dengan tubuhmu yang bermandikan darah yang mengalir dalam pembuluh darahmu itu… Dan, akan ku-ubah semua tak lebih dari debu, Dellia ! Ingat itu ! Kau akan ku-buat tak berdaya saat ku-renggut nyawa Saktia tepat di hadapanmu seorang ! Lalu, kubuat kau, Shafa, serta Saktia meneteskan air mata yang sama denganku. Yaitu, air mata darah ! Air mata seorang penjahat yang merasakan pedihnya kehidupan di antara manusia-manusia bodoh seperti kalian semua ! Dan kalian semua para wota-wota tak berguna akan merasakan betapa sakitnya hati ini dan kubuat kalian akan meneteskan air mata darah yang sama denganku ! AIR MATA JENDRAL WOSHREK !!!" 

"Baiklah. Tetapi, ada baiknya kau berubah pikiran, Novinta. Oh hei, temani aku minum kopi dulu…" 

Tak ada siapa pun di belakang Dellia saat ia menoleh. Dan saat pandangannya teralihkan pada punggung seseorang yang memakai kemeja berwarna biru tua, di lihatnya wajah samping Novinta dengan air mata darah yang berlinang lengkap dengan senyuman jahat lalu menghilang bagaikan debu. Dellia pun menghela nafas panjang. 

"Haaaah. Mungkin sudah saatnya aku mencari K-Ran666er."

Dellia bangkit dari tempat duduknya, membayar bill di kasir, lalu Dellia melangkahkan kakinya bergegas keluar dari Starbucks. Di tangan kirinya tergenggam erat 5 buah photopack yang tidak dapat fans JKT48 dapatkan dari mana pun. Setelahnya, Dellia menemukan apa yang ia cari selama ini. 

"Hmmm, langsung pergi makan, ya? Apakah mereka benar-benar orang yang tuan Akimoto maksud? Aku harus memeriksa-nya, apakah mereka benar-benar cocok untuk di pilih oleh para K-Ran666er."


~To be continued….~ 






Senin, 16 Juni 2014

JKT48 Sentai - Team KIII Ran666er [Chapter 1 - Bingo !]





 

***

Di gedung mall fx, terlihat 5 orang gadis berjalan bersama. Orang-orang itu adalah Naomi, Yona, Rona, Hanna, dan Lidya. Mereka pergi ke mall fx bukan untuk berjalan-jalan seperti remaja yang lainnya, tetapi, tujuan mereka adalah untuk pergi ke Theater JKT48 untuk mengantarkan makanan yang Naomi belikan untuk Sinka dan teman-temannya. 

Setibanya mereka di f4, mereka langsung menuju pintu yang hanya di perbolehkan untuk Staff Official maupun security dan anggota keluarga para member. Setibanya mereka ber-5 di pintu merah, tiba-tiba, seorang security datang menghampiri mereka berlima dengan wajah yang agak kurang "bersahabat." Saat sang satpam menatap kelimanya,  mereka ber-5 menelan ludah mereka. 

"Ada apa urusan kalian di sini?" tanya sang satpam. 

"Err…. Anu, a-akku mau mengantarkan makanan ini untuk Sinka… B-bolleh kkan kalau kami masuk??" jawab Naomi gelagapan karena tatapan sang satpam yang ia anggap kurang "bersahabat."

"Anda siapanya Sinka?" tanya sang satpam lagi. Naomi menjawab dengan senyuman ketakutan, "Aku kakaknya, Shinta Naomi." Sang satpam kurang percaya dengan perkataan Naomi. 

"Anda yakin?" tanya sang satpam sinis. 

"Aku bukan fans yang mengaku saudara/kakak Sinka ! Aku ini kakak kandungnya" jawab Naomi menyakinkan sang satpam. 

Sang satpam mengambil kantung plastik yang bertuliskan JC.O yang Naomi belikan untuk Sinka dari tangan Naomi. "Anda tidak di perkenankan untuk masuk, biar saya saja yang antarkan makanannya. Sekalipun anda kakak/sepupu Sinka, anda tetap saja tidak boleh masuk," sang satpam masuk ke pintu merah meninggalkan kelimanya dan Naomi memasang tampang tidak percaya bahwa anggota keluarga member tidak boleh masuk. "Security macam apa yang tidak mengizinkan anggota keluarga member masuk untuk mengantarkan makanan kepada adiknya sendiri ?! Apakah Official Staff tidak melatih security di sini untuk mengizinkan anggota keluarga member masuk ke pintu Official ?!" gerutu Naomi kesal hingga para fans yang berada di sana terkejut dengan kata-kata Naomi. 

Sang satpam pun keluar dari pintu merah tersebut. "Kalian boleh pergi sekarang, silahkan kembali lagi dengan membawakanku uang tip maka kau bisa masuk ke dalam" ujar sang satpam sembari mengusir kelimanya. Darah tinggi dan emosi sudah mencapai ke otak Naomi. "APA KAU TIDAK PERNAH DI AJARI SOPAN SANTUN DENGAN MANAGER PELATIHAN SINI ?! KUHAJAR WAJAHMU HINGGA BONYOK !!!" teriak Naomi sembari mengepalkan tangannya ingin menghajar sang satpam. Rona menahan Naomi yang ingin menghajar sang satpam sambil berkata, "Sabar kak Shinta, sabar !". "Daripada marah-marah," Yona menambahkan, "Bagaimana kalau kita isi perut dan tunggu mereka selesai perfom?". 

Tidak ada pilihan lain kecuali menyetujui ajakan Yona. Mereka ber-5 pun pergi ke f5 dan makan di sebuah restoran yang ada di f5. Perasaan kecewa, galau dan kesal memenuhi mereka yang tak di izinkan untuk bertemu dengan Natalia, Nadila, Viny, Ikha, dan Sinka karena tidak di izinkan oleh satpam yang mengusir mereka. Maklum saja, satpam yang mengusir mereka adalah satpam yang baru saja di rekrut oleh pihak perusahaan. 

"Sial….. Seandainya kita di perbolehkan masuk oleh satpam itu, pasti aku sedang di suapi donat oleh Natalia sekarang," Rona berandai-andai. 

"Ikha~ aku ingin sekali mencubit pipinya sekarang~" ujar Lidya. 

"Sinka~ aku rindu padamu~" keluh Naomi. 

~Sementara itu, di dalam Theater JKT48~ 

Para anggota Team KIII sedang melakukan latihan fisik. Beberapa dari mereka ada yang melakukan push up, ada yang sit up, dan ada juga yang melakukan stretching. Tubuh mereka mengeluarkan keringat yang banyak karena latihan fisik yang lumayan menguras tenaga itu. 

"Baiklah, kalian boleh istirahat" ujar sang pelatih koreografer. 

Para anggota Team KIII langsung mengambil posisi untuk istirahat. Sinka menyeka keringatnya dengan handuk kecil yang selalu ia bawa kerap kali ketika ia latihan dan meminum Pocari Sweat-nya. "Huaahhhhh~ sakitnya kaki ini~ beruntung aku masih bisa berjalan" keluh Ikha sembari duduk dan meluruskan kakinya. "Ikha, kau mau minum?" tawar Sinka pada Ikha. 

"Boleh, terima kasih ya Sinka," Ikha menyeka keringatnya. Sinka melempar sebuah botol minuman Pocari Sweat pada Ikha. Ikha menangkapnya dan membuka tutupnya lalu meminumnya. Natalia mengambil botol minum yang ada di sampingnya dan membasahi kepalanya dengan air dingin. "Hiyaaaaaahhhhh dingiiiiiiiiinnnnnn !!!" ujar Natalia saat ia membasahi kepalanya sendiri dengan air dingin. Natalia melakukan headbang hingga airnya muncrat dan mengenai Cindvia yang ada di sebelahnya. "Hei ! Hati-hati sedikit dong, Natalia !" gerutu Cindvia sembari menggoyang-goyangkan poninya yang terkena air dari rambut Natalia saat Natalia melakukan headbang. Natalia hanya cengar-cengir, "Hehehe, maaf ya." 

"Semuanya, siap di posisi kalian ! Nadila, hari ini kau yang melakukan Kageana" ujar sang Manager tim. Para anggota berjalan menuju ruang ganti dan berganti kostum. Setelah memakai seifuku, Nadila yang mendapatkan tugas untuk melakukan Kageana -suara pemberitahuan show akan di mulai- berjalan menuju tempat Kageana. 

"Hadirin sekalian, selamat datang di show event "JKT48 Meets Lawson" ! Pertunjukkan akan segera dimulai, kami mohon kesabarannya untuk menunggu beberapa menit lagi……" 

Selagi Nadila melakukan Kageana, sebuah kotak misterius yang berada di meja rias member bergetar-getar dan mengeluarkan sinar aneh. Sinka yang penasaran dengan kotak misterius itu mendekati kotak tersebut. Terdapat digital counter yang terus berhitung mundur. Kepala Sinka penuh dengan rasa penasaran. Angka di kotak misterius tersebut berhenti tepat pada angka "00 : 00" dan tidak menunjukkan reaksi apa pun. Sinka masih penasaran. "Kotak aneh macam apa ini?" tanya Sinka pada dirinya sendiri. Sinka pun membuka tutup kotak misterius tersebut. Saat Sinka membukanya, keluarlah sinar yang menyilaukan mata dan terdapat bom berbentuk bola kecil di dalamnya yang akan meledak bagi siapa pun yang membukanya. 

"AP----------."

[JDUAAAAARR !!!!]

~Restoran di f5 tempat Naomi, Lidya, Rona, Yona, dan Hanna berada~ 

Sebuah suara ledakkan datang dari dalam Theater JKT48. Suara yang membuat telinga untuk orang-orang yang berada di dekat sumber suara itu akan terasa sakit seperti saat telinganya di potong. Mereka berlima yang berada di f5 terkejut mendengarnya. 

"Suara apa itu ?!" ujar Naomi terkejut lalu berlari ke depan lift. Yang lainnya berlari menyusul ke tempat Naomi berada. "Kak Shinta, ada apa ?!" tanya Lidya. Mereka ber-5 menganga terkejut saat melihat asap keluar dari arah Theater JKT48. "Asap itu…. Asalnya dari Theater…," Naomi teringat sesuatu ketika melihat Theater yang berasap. "Ya Tuhan…. SINKA !!!!!" pekik Naomi panik. 

Di belakang mereka semua, seseorang berdiri. "Kalian berlima, kemari !" perintah orang misterius itu. Mereka ber-5 pun menolehkan pandangan mereka pada orang tersebut. Terlihat seorang gadis dengan wajah seperti orang Cina. "Siapa kau ?! Jangan-jangan….. Kau yang meledakkan Theater ?! Kurang ajar kau !!!," Naomi berniat menghajar gadis tersebut. Tetapi, gadis tersebut menghindarinya. "Wow wow wow !!! Tenanglah, aku bukan orang yang meledakkan Theater !" ujar sang gadis mencoba menjelaskan. 

"Kalau begitu, siapa kau?" tanya Lidya. Sang gadis menyebutkan namanya, "Namaku Dellia Erdita. Aku Kapten dari Team KIII Ran666er." Terdengar suara ledakkan lagi dari arah Theater JKT48. Naomi semakin panik dengan keadaannya. Naomi tidak memprihatinkan keadaan Theater JKT48, tetapi Naomi khawatir dengan Sinka yang berada di sana. 

"Ini, pakailah kekuatan K3 Ran666er untuk menyelamatkan para member. Cepatlah, sebelum para Wombie-Wombie itu menghancurkan Theater," Dellia melemparkan 5 buah photopack legendaris ke arah Naomi, Rona, Hanna, Yona dan Lidya. Photopack legendaris itu mengeluarkan sinar. Terdapat Sinka, Natalia, Viny, Nadila, dan Ikha dengan posisi seperti ingin memeluk mereka berlima. 

"Na…. Nadila ?! Tidak mungkin, Nadila ingin memelukku ?!," Yona terkejut saat melihat Nadila seperti ingin memeluk Yona. 

"Natalia?? Natalia ingin memelukku?? Apakah ini mimpi??," Rona menganga lebar dan kedua tangannya seperti siap membalas pelukan Natalia. 

"Kak….. Viny….. Ahak….," Hanna merasakan ia mimisan saat melihat Viny yang ingin memeluknya. 

"Si…. Sinka……." lirih Naomi setengah terkejut setengah khawatir. 

"Ikha !! Peluklah aku !!!," Lidya siap memeluk Ikha kapan pun ia mau. Karena biasanya Ikha tak pernah memeluk Lidya. 

Mereka berlima di peluk oleh orang terdekat mereka sendiri. Yona dengan Nadila, Rona dengan Natalia, Hanna dengan Viny, Lidya dengan Ikha dan Naomi dengan Sinka. Saat mereka sudah bersentuhan, sebuah bola cahaya berbentuk bunga mawar dengan warna merah, kuning, hitam, biru dan hijau bersinar di depan mereka. 

"Itu adalah K-Ran666er Rose, ambilah itu. Berubah-lah, wahai K-Ran666er !" perintah Dellia. 

Mereka berlima menyentuh bunga mawar tersebut dan tubuh mereka bersinar dengan terang. 

[CRIIIIIIIIING !!!!]

"Perasaan ini…. Kekuatan ini…. K-Ran666er, IKUZOOOOO !!!!," Naomi berteriak.

"LOLOS VERIF !!!!"

Mereka ber-5 pun berubah dengan cara mereka masing-masing. 

"K-Ran666er change ! Si judes berhati malaikat. Aku, K-Ran666er Red !!!!" 

"K-Ran666er change ! Gingsulku membuatmu tergila-gila padaku. Aku, K-Ran66er Black !!!!" 

"K-Ran666er change ! Si polos yang ingin melindungi JKT48. Aku, K-Ran666er Green !!!!"

"K-Ran666er change ! Meskipun suaraku berat, tetapi hatiku lembut. Aku, K-Ran666er Yellow !!!!"

"K-Ran666er change ! Si pemimpi yang berusaha meraih cita-citanya. Aku, K-Ran666er Blue !!!!" 

Mereka berlima pun berubah menjadi K-Ran666er setelah berubah dengan Jikoshoukai -salam perkenalan yang mereka gunakan untuk berubah- dan siap bertarung. "Kalian sudah berubah. Nah, sekarang, pergilah. Selamatkan para member JKT48 sebelum Woshrek menculik mereka !" perintah Dellia. 

"Baiklah. K-Ran66er, laksanakan !!! Ikuzooooo !!!" teriak Naomi lalu berlari dan di ikuti oleh ke-4 temannya di belakang. Dellia hanya duduk menunggu dan berharap para member JKT48 dapat mereka selamatkan. 'Semoga sukses, K-Ran666er' batin Dellia penuh harap. 


~Di depan Theater JKT48~

Para K-Ran666er pun bergegas ke Theater untuk menyelamatkan para member yang dalam bahaya. Para fans yang berada dalam Theater di ubah menjadi Wombie oleh Woshrek, pemimpin para Wombie.  Tidak lama kemudian, para K-Ran666er pun datang dan mereka bergegas masuk ke dalam Theater untuk menyelamatkan para member dari Woshrek dan Wombie-Wombie yang menyerang Theater. Tetapi, saat para K-Ran666er ingin masuk ke dalam Theater, para Wombie-Wombie yang datang ke Theater datang dan menghalangi jalan mereka. "Sial… Apa-apaan ini ?!" ujar Naomi saat melihat para Wombie-Wombie berlompatan menuju ke arah K-Ran666er. "Halangi mereka semua, Wombie-Wombieku ! Kalian halangi-lah mereka sementara aku menculik para member JKT48 !" perintah Woshrek sembari ber-telerport menuju ke backstage Theater

"TUNGGU !!!!! JANGAN LARI !!!!" teriak Naomi sembari menunjuk Woshrek yang berlari ke dalam Theater JKT48. Satu-persatu, para Wombie-Wombie itu menyerang Naomi dengan mengeluarkan bunyi yang sangat keras dari mulut mereka yang berbentuk seperti megaphone. Bunyi yang sangat memekakkan telinga itu membuat Naomi menutup telinganya saking kerasnya suara tersebut. "Suara apa… Ii ttu…..? AAAAARKHHHHHHH !!!!!" erang Naomi yang tidak tahan dengan suara teriakkan yang menjadi senjata andalan para Wombie untuk menyerang. "KAPTEN NAOMI !!!!" pekik K-Ran666er yang lain. Yona langsung berlari dan menebas para Wombie yang menyerang Naomi dengan K-Ran666er Blue Light Stick-nya. "Rasakan ini ! K-Ran666er Blue Light Stick Slash  !!!!," Yona memotong mulut Wombie-Wombie yang menyerang Naomi dengan Light Stick Saber-nya. Mulut Wombie-Wombie yang menyerang Naomi terputus hingga pecah berantakkan. 

"Naomi ! Kau baik-baik saja kan ?!" tanya Yona sembari mengalungkan satu lengan Naomi ke lehernya. Naomi melemas karena ia menerima serangan teriakkan dari para Wombie. Rupanya, teriakkan para Wombie itu akan melemaskan bagi siapapun yang mendengarnya. 

"K-Ran666er, kalian bisa dengar aku?" 

Terdengar suara panggilan dari Dellia kepada K-Ran666er. Di helm para K-Ran666er terdapat semacam earphone yang dapat menyambungkan suara Dellia dengan K-Ran666er. Yona menekan sebuah tombol yang berada di samping kaca helm K-Ran666er Blue-nya. 

"Aku mendengarmu kapten, ada apa?"

"Bagaimana keadaan Theater sekarang?" 

"Keadaannya buruk, kapten ! Kapten Naomi di serang oleh Wombie milik Woshrek, kekuatannya melemah."

"K-Ran666 Blue, ambil photopack Sinka di K-Ran666er photopack slot yang ada di tas milik K-Ran666 Red dan sentuhkan tangan K-Ran666 Red sampai cahaya Sinka keluar dari photopacknya. Kekuatan itu akan merestorasi dan mengembalikan kekuatan K-Ran666 Red. Tetapi, lindungi K-Ran666 Red selagi kekuatannya di restorasi dan dalam masa pemulihan kembali. Jangan sampai photopack itu di hancurkan oleh Wombie. Kau mengerti, K-Ran666 Blue?" 

"Baik, terima kasih atas infonya kapten Dellia."

Yona pun mengikuti instruksi yang baru saja Dellia berikan padanya tadi. Yona mengambil photopack Sinka di slot photopack yang berada di tas milik Naomi. "Naomi, genggam photopack ini" ujar Yona sembari menyodorkan photopack Sinka pada Naomi. Dengan tangannya yang bergetar, Naomi mengambil dan menggenggam erat photopack Sinka yang di berikan oleh Yona. Cahaya berbentuk Sinka keluar dari photopack itu dan menyembuhkan serta merestorasi kekuatan Naomi yang hilang setengah. Yona membaringkan Naomi yang lemas di dekat Merchandise booth Theater JKT48. 
"Lidya ! Hanna ! Kalian berdua lindungi-lah Kapten Naomi dari serangan Wombie. Rona, kau ikut 
aku !" perintah Yona. 

Lidya dan Hanna melindungi Naomi yang lemas sementara Yona dan Rona menyerang para Wombie hingga Naomi pulih kembali. Setelah beberapa menit kekuatan Naomi di restorasi, kekuatan Naomi pun kembali pulih. "Kau sudah pulih Naomi? Cepat berdiri dan bantu kami menghabisi para makhluk bermulut megaphone ini !" ujar Yona sembari menyerang para Wombie. Naomi membantu Yona dan Rona menyerang para Wombie dengan Light Stick Saber-nya. 

Setelah beberapa menit bertempur habis-habisan dengan para Wombie, mereka kelelahan karena setengah tenaga mereka hilang. "Akhirnya…. Para…. Wombie-Wombie menyusahkan itu…. Berakhir… Juga….." lirih Yona yang kehabisan nafasnya. "Sekarang, apa yang akan kita lakukan? Melanjutkan acara jalan-jalannya?" celetuk Lidya polos. Naomi memukul pelan kepala Lidya dengan Light Stick-nya. "Melanjutkan acara jalan-jalannya? Apa kau lupa yang Woshrek katakan, Lidya? Dia akan menculik para member !!!" ujar Naomi mengingatkan Lidya. 

"Menculik…. Para member…..," Lidya mencoba mengingat-ingat apa yang Woshrek katakan sebelumnya. Saat itu, muncullah wajah Ikha di benak Lidya. "Astaga, IKHA !!!!! IKHA, AKU AKAN DATANG MENYELAMATKANMU !!!!" teriak Lidya sembari berlari masuk ke dalam Theater. "Hei, tunggu aku bodoh !!! Aku akan menyelamatkan Natalia juga !!!," Rona berlari menyusul Lidya ke dalam Theater dan tentu saja, Rona ingin menyelamatkan Natalia. Naomi, Yona, dan Hanna hanya terdiam. Setelahnya, mereka bertiga masuk menyusul mereka. 

~Di dalam Theater JKT48~

Begitu para K-Ran666er masuk ke dalam Theater JKT48, mereka menemukan tirai hitam yang menutupi jendela sudah robek, bangku-bangku penonton bertebaran dimana-mana, Light Stick milik fans yang sebagian besar sudah pecah, lampu stage yang sebagian pecah, dan air cooler yang terpasang di dalam Theater yang sudah menjadi puing-puing. Sepertinya, Woshrek telah menghancurkan bagian dalam Theater sementara para K-Ran666er menghadapi Wombie. "Ya Tuhan, berantakkan sekali tempat ini" ujar Naomi sembari melihat ke sekeliling. 

"Dimana para member?" tanya Rona. Mereka pun berkeliling ke setiap sudut untuk mencari para member JKT48 yang sedang latihan untuk event "JKT48 Meets Lawson." Naomi cemas akan Sinka yang ikut pada event kali ini. 

Saat Lidya berjalan mencari di stage, samar-samar Lidya mendengar suara tangisan gadis-gadis dari arah backstage. "Hei ! Coba kalian kemari," Lidya memberi kode kepada temannya yang sibuk mencari di sudut lain. Mereka berempat pergi ke tempat Lidya berdiri. "Kalian dengar itu?," Lidya menunjuk ke arah tirai hitam yang menghubungkan ke backstage. Terdengar suara tangisan para member di backstage. "Serbu !!!" perintah Naomi pada teman-temannya. 

Mereka berlima pun masuk ke backstage. Di sana, mereka berlima melihat Woshrek sedang mengteleportasi para member menggunakan sebuah lubang hitam yang misterius. Para member terhisap ke dalam lubang hitam tersebut dan terlihat Sinka yang terpojokkan karena ia takut pada Woshrek yang mengeluarkan air mata darah pada sudut matanya. "SINKA !!!!!!" pekik Naomi. Saat Woshrek hampir menyentuh kepala Sinka, Naomi menendang kepala Woshrek hingga Woshrek jatuh tersungkur dan tidak berhasil mendapatkan Sinka. "Cih, K-Ran666er…. Wombie-Wombie kesayanganku sudah kalian  habisi rupanya" desis Woshrek kesal dengan. 

"Kembalikan para member JKT48, Woshrek ! Kau tidak berhak menculik mereka !" ujar Naomi sembari mengacungkan Light Stick Saber-nya pada Woshrek. "Humph, kau pikir aku akan mengembalikan mereka semudah itu? Hahahaha !!! Kalian terlalu banyak berharap, K-Ran666er….." ujar Woshrek santai. Sebuah lubang hitam yang ternyata lubang teleportasi milik Woshrek muncul di belakang Woshrek. Muncullah para Wombie dari lubang teleportasi itu. "Sial, para makhluk bermulut megaphone itu lagi !" desis Naomi. 

"Serang mereka, Wombie ! Ambil Sinka Juliani, jangan sampai musuh mendapatkan Sinka !" perintah Woshrek. Para Wombie pun berdiri di hadapan para K-Ran666er. "Bersenang-senanglah dengan Wombie buatanku, wahai K-Ran666er lemah ! Hahahahahahahaha !!!!," Woshrek masuk ke dalam lubang teleportasi tersebut. Tinggal beberapa Wombie dan K-Ran666er saling berhadap-hadapan. Wombie-Wombie itu tidak menyerang K-Ran666er, melainkan mendekati Sinka dan ingin mengambil Sinka. "KAKAAAAAAAKKK !!!! TOLOOOOONG !!!!" teriak Sinka dalam isakkannya saat melihat para Wombie berlompatan mendekati Sinka. 

"SINKA !!!!!" pekik Naomi. Naomi maju menyerang para Wombie yang ingin mengambil Sinka. "TERIMALAH INI, DASAR MONSTER BERMULUT MEGAPHONE !!!!," Naomi menebas kepala Wombie-Wombie dengan Light Stick Saber-nya. Beberapa Wombie sudah mendekati Sinka. Naomi berteleport dengan cepat dan menyerang para Wombie dengan jurus Teleport Light Stick Attack-nya. Naomi menggendong Sinka dengan gagahnya di depan para Wombie. Sinka mulai menutup matanya karena Sinka lemas. "Ka…. Kak….." lirih Sinka lalu tidak sadarkan diri lagi. 'Sinka…..' batin Naomi sembari melihat wajah Sinka. Naomi kembali berteleport ke hadapan ke-4 temannya. "Kalian, aku titip Sinka !" ujar Naomi sembari membaringkan Sinka di dekat ke-4 temannya. 

Light Stick Saber milk Naomi mengeluarkan cahaya panjang. "Kak Shinta, Light Stick Saber-mu…." lirih Hanna sembari menunjuk kearah Light Stick Naomi. Naomi melihat Light Stick-nya. "Cahaya ini……" lirih Naomi. 

"K-Ran666 Red, cahaya yang keluar dari Light Stick milikmu itu adalah cahaya evolusi dari light stick menjadi special weapon yang di dapatkan jika K-Ran666er itu menyelamatkan orang yang ia sayangi. Karena kau sudah menyelamatkan adikmu, maka kau mendapatkan special weaponmu."

Terdengar kembali suara dari Dellia yang menggunakan telepati dengan K-Ran666er. Naomi menekan tombol yang berada di helmnya. 

"Special weapon? Aku dapat special weapon-ku karena aku sudah menyelamatkan Sinka, ya?"

"Itu benar, tetapi, setiap K-Ran666er memiliki special weapon yang berbeda-beda. Ada yang berbentuk cakar, ada yang berbentuk pedang besar, ada yang berbentuk panah, ada yang berbentuk tombak, dan ada juga yang berbentuk pedang. K-Ran666 Red, special weaponmu berbentuk pedang….. Coba kau gunakan. Tetapi, harus dengan nama adikmu, yaitu Sinka."

"Apa nama special weapon-ku, kapten?"

"Nama special weaponmu adalah 'Sinka Sword', dan nama jurusnya adalah 'Sinka Slash'. Selamat mencoba, K-Ran666 Red." 

"Begitu…. Akan ku coba, terima kasih, kapten."

Naomi melihat Light Stick Saber-nya yang mengeluarkan cahaya. Naomi melihat sebuah tombol dan Naomi pun menekannya. Sebuah cahaya yang menyilaukan mata keluar dari Light Stick Saber milik Naomi. 

"Special weapon…….," Naomi mengacungkan Light Stick Saber-nya ke atas. "SINKA SWORD !". Light Stick Saber Naomi berubah menjadi sebuah pedang berwarna merah menyala. Naomi mengenggamnya erat-erat. Sinka Sword kini menjadi senjata terkuat Naomi. "Kalian semua, perhatikan aku baik-baik…..," Naomi mengambil ancang-ancang untuk menerjang. "Oke, kami akan menjaga adikmu di sini kapten," Lidya memasang tampang kesalnya karena ia tidak mendapatkan special weaponnya di karena kan ia gagal menyelamatkan Ikha. Lambang pada Sinka Sword milik Naomi menyala terang. Naomi melompat dari tempatnya.

"Hii~ Satsu !! SINKA SLASH !!!" 

Naomi menerjang semua Wombie yang ada di tempat itu dengan kekuatan Sinka Slash-nya satu-persatu. Para K-Ran666er yang belum mendapatkan special weaponnya hanya terdiam sambil menganga melihat Naomi yang sudah mendapatkan special weapon miliknya karena ia menyelamatkan Sinka. Belum 1 menit, semua Wombie sudah tuntas dalam beberapa tebasan dari Sinka Sword milik Naomi. "Sudah beres," Naomi menaruh Sinka Sword-nya di punggungnya. Naomi pun kembali ke wujud manusianya, begitu juga dengan yang lain. "Cepat sekali kau menghabisinya, aku sampai tak lihat bagaimana kau melakukannya" ujar Hanna ling-lung. 

"Ayo kita pulang, kita perbaiki Theater besok. Kita minta saja bantuan dari fans-fans, pasti mereka ingin membantu kita" ajak Naomi. Naomi menggendong Sinka dan mereka berlima pun keluar dari dalam Theater untuk pulang. 

Dari f5, terlihat seorang gadis dengan kumisnya yang tergolong 'tipis' itu menatap sinis para K-Ran666er. "Huh ! Dasar makhluk-makhluk sialan, berani sekali mereka masuk ke dalam Theater tanpa meminta bantuan padaku, Cindy Yuvia jadi-jadian ini….." desisnya kesal. "Akan kutunjukkan pada kalian, siapa pahlawan penolong Theater JKT48 sebenarnya !" ujarnya dalam nada marah.

~To be continued…….~




Sabtu, 14 Juni 2014

The Chosen Sisters [Chapter 1 - The Girl Called "Shinta Naomi" and "Sinka Juliani"]


 




 

 






***

"Pergilah kau, dasar gadis neraka !"

"Jangan pernah dekati kami lagi ! Keberadaanmu hanya mengundang masalah saja !"

"Jangan berani mengajak kami bermain lagi ! Kalau bermain denganmu, salah satu dari kami pasti akan mengalami nasib buruk hingga bisa tertabrak !" 

"Jangan bermain denganku lagi ! Gara-gara bermain bersamamu, aku hampir di tampar orang tuaku !"

Berbagai macam cacian di lontarkan kepada gadis bernama Sinka Juliani yang di juluki sebagai "Anak Iblis." Sinka hanya diam dan tidak membalas kata-kata cacian itu. Tubuhnya bergetar hebat saat mendengar cacian yang kata-katanya sangat menusuk dari teman-temannya sendiri. 

"Pergilah, dasar anak iblis ! Kami tidak butuh kehadiranmu."

Sinka terkejut saat mendengar salah satu dari mereka berkata seperti itu. Sinka menahan nafsu membunuhnya dan Sinka menangis tanpa ia sadari. Sinka memperlihatkan deretan giginya yang gingsul pada bagian atas. 

"Kau dengar tidak, sih? Aku bilang kami tidak butuh---- AAAAARKHHHHH !!!!"

Seorang gadis yang mengatakan kata-kata yang menusuk hati Sinka terjatuh ke tanah dengan darahnya yang bertebaran di mana-mana. Di dalam genggaman tangan kanan Sinka, sebuah pedang berwarna merah darah bersinar. Pedang merah itu adalah wujud dari nafsu membunuh Sinka yang tidak tahan pada cacian mereka. Teman sang gadis yang di bunuh oleh Sinka tercengang melihat sahabat mereka di bunuh dengan cepat bahkan mereka tak sempat melihat Sinka menebas gadis tersebut. Air mata Sinka yang tadinya air mata manusia berubah menjadi air mata darah, air mata seorang Malaikat Hitam. Sinka menatap mereka semua. Mereka terkejut melihat gadis yang baru saja mereka caci maki berubah menjadi seorang "Malaikat Hitam." Sinka mengangkat tinggi pedangnya. 

[CRASH !!! CRASH !!! CRASH !!!]

Dalam beberapa tebasan, teman-teman Sinka yang mencaci makinya pun mati dengan darah bergenangan di mana-mana. Sebagian darahnya mengenai wajah Sinka yang polos. Di sudut mata Sinka, mengalir air mata. Tetapi, kali ini bukan air mata Malaikat Hitam, melainkan air mata seorang manusia yang memiliki perasaan. Angin kuat bertiup kencang menuju Sinka. 

"Aku mengerti….," Sinka menambahkan, "Aku ini…. Malaikat Hitam."

.
.
.

[KRIIING !!! KRIIING !!! KRIIING !!!] 

Sinka terbangun karena suara jam wekernya berbunyi dengan keras. Saat Sinka membuka matanya, ia melihat Naomi, kakak kandungnya. Naomi tersenyum sambil berkata, "Selamat pagi, Sinka." Sinka membalasnya, "Selamat pagi, kakak."

"Ayo, cepat mandi. Kalau tidak kau akan terlambat lho," Sinka mengangguk dan turun dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Selesai mandi dan memakai seragam, Sinka dan Naomi pun berangkat menuju sekolah menggunakan sepeda. 

Selama perjalanan, Sinka memperhatikan beberapa murid yang berjalan dan memperhatikan keduanya -Sinka dan Naomi-. Sinka juga mendengar beberapa murid berbisik pada teman perempuan/lelaki di sebelahnya. 

"Kau tahu tidak? Sinka Juliani dan kakaknya, Shinta Naomi, itu adalah Malaikat Hitam lho."

"Kenapa mereka harus satu sekolah dengan kita? Kenapa tidak sekolah di tempat lain saja, sih? Keberadaan mereka berdua terutama Sinka Juliani, hanya membawa sial dan musibah pada sekolah kita, aku benci pada kakak-beradik terkutuk itu." 

Sinka benci akan bisikan mereka, bisikan mereka hanyalah berisi kebohongan, kata-kata tidak ada bukti, dan juga fitnah. Tetapi, Sinka menahan nafsu membunuhnya, karena Sinka tidak ingin masuk koran karena ia di cap sebagai 'Malaikat Hitam' dan di jadikan topik pembicaraan di sekolahnya. Toh, tidak ada yang ingin berteman dengan Sinka ataupun Naomi karena gosip fitnah yang entah siapa yang memulainya untuk menjelekkan kakak-beradik itu. 

"Dasar Malaikat Hitam pembawa sial, kenapa dia tidak di tabrak oleh truk saja dengan kakaknya, sih?"

Terdengar kalimat yang kata-kata sangat menusuk Sinka. Tubuh Sinka bergetar hebat dan Sinka menahan tangisannya. Ini bukan pertama kalinya Sinka mendapat kalimat yang menyumpahinya untuk segera mati. Sinka sudah mendengarnya berkali-kali, bahkan ratusan kali. Sinka menarik bagian belakang seragam Naomi dan menaruh wajahnya di sana. Naomi menolehkan wajahnya ke arah Sinka. "Sinka? Ada apa?" tanya Naomi. Tetapi, Sinka tidak menjawabnya. Naomi mengetahuinya. Naomi juga mendengarnya meskipun Naomi memakai earphone di telinganya. "Cih, dasar pembual" desis Naomi kesal dengan orang-orang.

Setibanya mereka berdua di sekolah, Naomi memarkirkan sepedanya dan berjalan berdua menuju gedung. Saat di lorong, Naomi dan Sinka berpisah. "Sinka, jaga nafsu membunuhmu, oke? Jangan sampai kau terbawa emosi…. Yang serius ya belajarnya" pesan Naomi sebelum ia naik tangga dan berpisah dengan Sinka. Sinka mengangguk, "Iya kakak, aku akan menjaganya." 

Naomi pun naik ke lantai 3 karena ia dan Sinka berbeda kelas. Sinka pun berjalan menuju kelasnya. Sinka cemas jika teman-teman satu kelasnya akan mem-bully dirinya karena ia Malaikat Hitam yang di fitnah akan mendatangkan bencana atau musibah dan membawa sial pada orang yang berada di dekatnya. Karena itulah, tak ada yang mau berteman dengan Sinka. 

Sinka tiba di depan kelasnya. Tepat sebelum Sinka menggeser pintunya, Sinka mendengar beberapa murid di dalam kelasnya berbicara. Sinka yang penasaran dengan pembicaraan itu menempelkan telingannya di pintu dan mendengar pembicaraan mereka.

"Kau lihat tatapan matanya? Itu tatapan mata Malaikat Hitam. Sekali kau menatapnya, kau akan mendapat musibah ! Jadi, berhati-hatilah dengannya."

"Perempuan menyebalkan, mengapa ia harus hidup? Dia hidup hanya untuk di benci. Dia tidak pantas dikasihani, dia hanya perempuan pembawa sial. Aku heran, mengapa Tuhan menciptakan gadis seperti itu?"

"Aku pernah mendengar gosip bahwa Sinka pernah membunuh dan memenggal kepala orang di gang kecil yang terkenal sebagai tempat pembuangan sampah dan pembuangan bangkai hewan yang mati mengenaskan."

"Aku yakin, takkan ada laki-laki yang mau bersamanya. Kalau ketahuan selingkuh, pasti laki-laki yang di pacarinya langsung tewas dengan kepala yang putus keesokkan harinya ! Hahaha, aku benar kan?"

Sinka muak dengan semua itu dan menggeser pintu penuh emosinoal yang penuh. Semua orang yang berada di dalam kelas terkejut dengan kehadiran Sinka. Sebagian dari mereka ada yang berpura-pura membaca komik, berpura-pura membetulkan poni, berpura-pura duduk dengan manis, berpura-pura mengaca, berpura-pura membaca majalah fashion, berpura-pura menguncir rambut dan menyisir rambut dan sebagainya. "Kenapa berhenti?," Sinka melanjutkan, "Kenapa kalian tidak melanjutkan pembicaraannya? Membicarakanku atau kakakku? Apanya yang menyenangkan, memfitnah orang tanpa bukti? Mulut kalian gatal, ya? Mau kugarukkan untuk kalian?". Semua murid menelan ludah mereka ketakutan dengan Sinka. Sinka lanjut berjalan menuju kursinya. Sinka menarik kursinya kasar dan duduk di atasnya lalu membuang pemandangannya pada jendela. Tidak lama kemudian, Viny, Nadila, serta Natalia datang ke kelas. 

Viny duduk di sebelah Sinka sementara Nadila dan Natila duduk di belakang Sinka dan Viny. "Selamat pagi, Sinka. Bagaimana kabarmu?" tanya Viny sembari duduk di sebelah Sinka. "Baik-baik saja, kau sendiri bagaimana kabarmu hari ini?" jawab Sinka tanpa melihat ke arah Viny. "Eh…. Baik-baik saja kok" jawab Viny. Viny bingung dengan sikap Sinka yang tidak biasanya seperti ini. "Err, Si… Sinka?," Viny mencoba memanggil Sinka. Saat Viny menyentuh bahu Sinka, Viny merasa tubuh Sinka bergetar. Ternyata, diam-diam Sinka menangis lagi karena ia di caci maki lagi. 

'Sinka…..' batin Viny kasihan dengan Sinka. Natalia melempar sebuah kertas kecil kearah Viny. Viny membuka kertas kecil tersebut dan terdapat tulisan pertanyaan dari Natalia. 

'Ada apa dengan Sinka? -Natalia' 

Viny menoleh ke belakangan dan melihat Natalia yang duduk dengan Nadila dengan wajah penasaran. Natalia menggunakan bahasa isyarat pertanyaan ada-apa-dengan-Sinka-? Dan di tunjukkan pada Viny. Viny membalasnya dengan bahasa isyarat jawaban sepertinya-yang-lain-mencaci-makinya-lagi. Natalia dan Nadila mengangguk mengerti dengan wajah agak sedikit marah dengan kelakuan para murid di kelas mereka. "Yang mereka bicarakan itu adalah fitnah yang dibuat-buat. Benarkan, Nadila?" bisik Natalia pada Nadila. Nadila menjawab sambil berbisik, "Kau benar, Nat. Mereka hanya bisa membicarakannya di belakang tetapi kalau ada orangnya mereka bersikap seperti sekumpulan orang-orang pengecut dan bodoh yang otaknya sedangkal kolam renang untuk anak-anak kecil dan orang bernyali kecil yang hanya bisanya menyebar fitnah tanpa bukti kuat dan jelas." 

Tidak lama kemudian, wali kelas mereka pun datang. Para murid yang beraktifitas dan mengobrol dengan teman sebangkunya pun langsung diam. Viny berdiri dari kursinya. 

"Semuanya, berdiri !" perintah Viny selaku Ketua Kelas. Semua murid di kelas kecuali Sinka yang menangis. 

"Selamat pagi, ibu guru !" sahut para murid-murid. 

"Selamat pagi, semuanya. Sinka Juliani, ada apa denganmu?" tanya sang wali kelas setelah menjawab salam para murid. 

"Dia kurang sehat, bu. Bolehkah dia istirahat?" jawab Viny berbohong. Sang guru mengangguk dan mempersilahkan Viny mengawasi Sinka. Viny memeluk Sinka yang tubuhnya bergetar. Air mata Sinka jatuh membasahi seragam Viny. Tetapi, Viny tidak menghiraukannya. "Hei, Viny, ada apa dengan Sinka? Apa dia menangis?" tanya Natalia berbisik. Viny melempar kertas kearah Natalia. Natalia pun membukanya dan membacanya. 

'Dia menangis. Tetapi, aku berbohong pada wali kelas kalau dia kurang sehat.' - Viny. 

Natalia mengangguk mengerti dan berpura-pura tidak mengerti apa-apa. 

"Buka buku kalian dan kerjakan halaman 21-23 di buku tulis. Yang sudah selesai boleh di kumpulkan padaku" perintah sang guru. 

Setelah itu, pelajaran pun di mulai hingga pelajaran terakhir. 

[KRIIIIING !!!]

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Para murid-murid membereskan tas mereka dan bergegas pulang ke rumah masing-masing. Ada yang di jemput, ada yang jalan kaki, dan ada juga yang naik sepeda seperti Sinka dan Naomi. Sinka menunggu Naomi di lobi sekolah. Beberapa menit kemudian, Naomi pun datang menghampiri Sinka yang menunggunya. "Maaf aku terlambat Sinka," Naomi berlari kearah Sinka. Sinka tertunduk lesu, "Tidak apa-apa, kakak. Ayo kita pulang, sebelum sore." Naomi menggaruk kepalanya bingung dengan sikap adiknya yang membingungkan. Keduanya pun berjalan. 

Tak ada satu pun dari mereka berdua yang membuka suara. Sinka melihat kakaknya sebentar dan membuang pandangannya. "Kakak….," Sinka membuka suara. Naomi melihat Sinka dan menjawab, "Ya? Ada apa Sinka?". Sinka menghentikkan langkahnya, begitu juga dengan Naomi. 

Sinka menarik nafas dalam-dalam dan menghela nafasnya. "Kakak…. Darah yang mengalir di pembuluh darahku ini terkutuk," Sinka menambahkan, "Sejak aku kecil, aku di perlakukan seperti seorang iblis. Tidak ada yang mau berteman denganku…. Alasannya adalah, karena aku Malaikat Hitam…. Mereka semua membenciku, tidak ada yang mau bersamaku kecuali Viny, Natalia, Nadila, Hanna, kak Yona, kak Rona, Lidya, dan kakak." Sinka mulai meneteskan air matanya. "Mereka mencaci maki aku, tak ada yang satu pun mau berteman denganku karena aku memiliki darah iblis mengalir dalam pembuluh darahku," Naomi terkejut mendengar setiap kalimat yang terlontarkan dari adiknya. "Kakak….," Sinka memasang senyuman pahitnya, "Aku ini…. Manusia…. Atau Malaikat Hitam?". Sinka tak dapat membendung tangisannya lagi. Naomi tersenyum pahit pada Sinka. "Sinka…..," panggil Naomi sembari memeluk Sinka yang menangis, "Aku ini juga Malaikat Hitam, sama sepertimu. Darah di pembuluh darahku ini terkutuk, tak ada yang mau menemaniku kecuali Lidya, Yona, Hanna, dan Rona…. Aku sama sepertimu Sinka. Kau Malaikat Hitam, aku Malaikat Hitam juga. Kau manusia, aku manusia juga." Sinka terkejut bahwa Naomi, kakak kandungnya juga seperti itu. 

"Tidak usah bersedih Sinka, Malaikat Hitam itu bukan hanya kau seorang. Tetapi, aku juga," Sinka membalas pelukan Naomi erat. 

Ya, Naomi mungkin memang Malaikat Hitam seperti Sinka. Naomi juga di caci maki, di sakiti, di jauhi oleh teman-temannya, di fitnah, dan lain-lain. Tetapi, yang merasakan hal menyakitkan seperti itu bukan hanya Sinka saja, Naomi juga merasakannya. 

Hari itu, Sinka mungkin merasa tersakiti. Tetapi, Naomi juga tersakiti karena ia mengetahui betapa sakitnya hati Sinka yang di caci maki seperti itu. Naomi membuka hatinya sedikit untuk Sinka dan menceritakan betapa sakitnya ia saat ia di benci seperti Sinka. 




~To be continued…..~




Jumat, 23 Mei 2014

Aku Sayang Padamu, Saktia


 

***********************************************

"Kak Shafa !" 

Ku alihkan pandanganku dari layar ponselku dan melihat adikku, Saktia, atau yang biasanya kupanggil "Via". 

"Ya, ada apa Via?," aku tersenyum dan mengusap lembut kepalanya, lalu mencium keningnya lembut. Oh iya, perkenalkan, namaku Fakhriyani Harrya Shafariyanti, nama panggilanku adalah Shafa. Aku memiliki seorang adik angkat yang sangat cantik dan baik serta lemah lembut bernama Saktia Oktapyani. "Kakak, antarkan aku ke sekolah hari ini ya? Ya?" ujar Via memohon padaku. 

"Ha? Kenapa tidak bersama supir saja? Badan kakak agak pegal, akibat safe running kemarin," aku menggarukkan kepalaku. Via memancarkan wajah cemberutnya padaku, "Aku tidak mau di antar oleh supir," kata Via memelas, "Entah kenapa, rasanya aku ingin di antarkan oleh kakak saja." 

"Kumohon, antarkan aku ya?" ujar Via sambil memasang wajah melasnya. Aku berpikir sebentar, setelah berpikir, aku memutuskan untuk mengantarnya, daripada ia merengek terus-terusan. "Baiklah, aku akan mengantarmu, princess," senyum sumringah terpancar dari wajahnya. "Hore !!!" pekik Via senang. "Sudah mandi kan?" tanyaku pada Via. Via mengangguk, "Iya, aku sudah mandi."

Aku pun mencium bau tubuhku sendiri. Setelah mencium bau tubuhku yang menyengat, aku tertawa keras karena aku satu-satunya yang belum mandi. "Tunggu di sini ya, aku mandi dulu," Via mengangguk. Setelahnya, aku pun mengambil handuk dan pakaianku. Setelah itu, aku pun mandi. 

Setelah selesai mandi, dengan sabarnya Via menungguku di sofa. Aku segera mengambil kunci mobilku dan menghampiri Via. "Ayo berangkat," Via mengangguk dan berdiri lalu mengikutiku. 

.
.
.

~Sekolah Via 

Setelah beberapa jam perjalanan, aku pun akhirnya sampai di sekolah Via. Aku mengantarkan Via sampai gerbang sekolahan. "Sekolahnya yang rajin ya, jangan berbuat apapun. Kakak tidak mau kalau aku sampai mendengar berita tidak enak dari sekolahmu, oke?" ujarku memperingati Via. Via mengangguk mengerti dan menyalami tanganku. "Dadah kakak, kakak yang semangat ya ! Via sayang kakak," teriak Via sembari melambaikan tangannya padaku. Aku pun membalasnya. 

Aku sangat sayang pada Via, karena dia adikku satu-satunya. Karena itu, aku ingin sekali menjaganya dari pergaulan bebas anak muda zaman sekarang yang ku anggap "budi daya yang tidak pantas". Setelahnya, aku pun pergi menuju tempat kuliahku. 

.
.
.
 ~Universitas Shafa 

Aku pun masuk ke area gedung. Sebenarnya, para mahasiswa dan mahasiswi fakultasku di liburkan. Tetapi, aku, senior Rona, senior Hanna, senior Natalia, senior Viny dan Rifkie berkumpul di sini untuk reunian. Tidak lama kemudian, Rifkie pun datang dan langsung menghampiriku. 

"Shafa, sudah sampai duluan rupanya kau. Bagaimana kabar Via?" tanya Rifkie padaku. 

"Via? Dia baik-baik saja kok" jawabku. 

"Hmm, baiklah" tambah Rifkie. 

Hingga perkumpulan selesai, aku segera menancap gas mobilku menuju sekolah Via untuk menjemputnya. Setibanya aku di sekolah Via, Via tak kunjung keluar. Hingga salah satu teman sekelas Via, Dena datang menghampiriku. 

"Kak Shafa? Mau menjemput Via, ya?" tanya Dena padaku. 

"Iya, betul. Kau lihat Via tidak?" tanyaku. 

"Setahuku, tadi Via pulang dengan seorang laki-laki" jawab Dena. 

'Via pulang dengan orang lain? Tidak mungkin' batinku. 

"Ooh, begitu. Terima kasih Dena" ujarku lalu bergegas menuju rumah. 

.
.
.

~Rumah Via & Shafa 

Setibanya aku di rumah, kulihat Via sedang duduk membaca novel. 

"Kau pulang dengan siapa?" tanyaku sedikit emosi. 

"Dengan teman kakak tadi" jawab Via sedikit gugup. 

"Siapa ?!" tanyaku mulai emosi begitu mengetahui bahwa Via pulang dengan orang lain. 

"Kak Rifkie, maaf ya kakak… Tadi aku terburu-buru" jawabnya sembari menundukkan kepalanya. 

"Bukankah sudah kuperingatkan, jangan pulang dengan orang lain kecuali supir atau kakak sampai kau benar-benar bisa menjaga dirimu sendiri? Aku tidak melarangmu, tetapi, aku cuma takut kalau sampai sesuatu yang tak diharapkan menimpamu !" ujarku memarahinya. Via hanya menundukkan kepalanya seperti menyesal. Samar-samar, aku mendengarnya bergumam, "Maafkan aku, kak Shafa."

[BRAK !!!]

Kubanting pintu kamarku dengan emosi yang tidak dapat ku kontrol lagi. Aku memang selalu memperingati Via untuk tidak dekat-dekat dengan laki-laki, terutama lelaki hidung belang. Aku juga membatasinya untuk tidak mendekati Rifkie. Kenapa? Karena aku pernah mendengar gosip dari senior-seniorku bahwa Rifkie pernah berselingkuh dari senior Melody dengan senior Nadila. Rifkie terkenal sebagai playboy yang memiliki banyak mantan. Contohnya adalah senior Melody, senior Nadila, senior Tata, senior Stella, senior Cindy, senior Uty dan bahkan para junior di universitasku pun diselingkuhinya. Sungguh bodoh, bukan? Bahkan, senior Uty yang menjadi korban selingkuhnya pun sangat benci padanya dan hampir ingin bunuh diri. 

Di saat aku sedang merenungkan diri, tiba-tiba, Via membuka pintu kamarku yang saat itu tidak ku kunci. 

"Kak Shafa…" panggil Via. Ku alihkan pandanganku dan melihatnya. Via hanya menundukkan kepalanya. 

"Maafkan aku kak…" tambahnya. Aku berbalik arah menghampirinya dan berdiri di depannya. Saat ia ingin menangis, kupeluk tubuhnya dan membelai rambut hitamnya yang panjang. 

"Maafkan kakak juga ya Via, aku sudah kasar padamu. Aku hanya tidak mau kau sakit hati hanya karena cinta, aku juga tidak kau ingin di permainkan oleh Rifkie. Aku sayang padamu Via" ujarku menenangkan Via. 

"Aku mengerti kak, aku juga sayang kakak" ujar Via sembari meneteskan air matanya di bahuku. 

"Ssst…. Jangan menangis lagi Via, tidak apa-apa kok. Mana senyummu? Kalau begini kau jadi jelek, hahaha" ujarku sembari menghapus air matanya. Via memasang wajah cemberutnya lagi. 

"Ini semua gara-gara kakak tahu," Via memanyunkan bibirnya. 

"Ayo, kita makan bersama saja kak, kita belum makan malam." 

"Oke."  

Setelah itu, kami makan berdua. Selesai makan malam, aku kembali ke kamarku dan tidur. 

.
.
.

Keesokan harinya…. 

Hari esok pun telah tiba. Aku dan Via sudah bersiap dan kutancap gas mobilku pergi ke sekolah Via. 

.
.
.

~Sekolah Via

Setibanya di sekolah Via, Via langsung turun dari mobil. "Kakak, nanti jemput aku jam 14 ya? Aku ada latihan drama untuk Pentas Akhir Tahun" ujar Via saat ia turun dari mobil. 

"Oke, tapi, sisipkan uang jajanmu untuk di tabung. Pakai saja seperlunya dan jangan boros, oke?" ujarku memperingati Via. Via mengangguk mengerti. 

"Baiklah, kakak hati-hati ya di jalan. Aku sayang kakak" ujar Via sembari menyalim tanganku lalu berlalu. Setelah itu, aku pun menancapkan gas mobilku bergegas menuju universitasku. 

.
.
.

~Universitas Shafa 

Setibanya aku di fakultas, aku segera melangkahkan kakiku menuju mesin penjual minuman otomatis. Setelah aku mendapatkan minumanku, aku segera berjalan menuju taman di depan fakultasku untuk menunggu para senior. Kami sudah janjian untuk berkumpul bersama dan menjenguk senior Viny yang sedang sakit hari ini. Sementara aku membalas pesan dari Nadhifa, tiba-tiba, Rifkie datang dan menepuk pundakku. 

"Halo, Shafa. Mana Saktia?" tanya Rifkie dengan nada jahil. Aku hanya terdiam menatap wajahnya. Ku habiskan minumanku lalu membuangnya di tempat sampah di samping bangku taman. 

"Bisa berhenti mendekati Via?" ujarku agak emosi. Ekspresi Rifkie berubah. "Maaf?" ujarnya sembari menggaruk kepalanya. Ku taruh ponselku di saku jaketku. 

"Kubilang, bisa berhenti mendekati Via, adikku?" ujarku serius setengah emosi. Rifkie mendengus lalu duduk di sampingku. Aku tidak memandanginya. Karena aku benci wajahnya. 

"Memangnya kenapa kalau aku dekat-dekat dengan Saktia? Kau cemburu, ya?" tanya Rifkie memulai candaannya. "Aku tidak cemburu, aku hanya tidak mau adikku dekat-dekat dengan laki-laki playboy brengsek sepertimu. Dia masih kecil, dia belum mengerti tentang cinta-cintaan. Aku tidak mau dia menangis hanya karena perbuatanmu yang tidak manusiawi. Kalau kau sampai berani melakukan itu, akan kubunuh kau. Mengerti, playboy?," ekspresi wajah Rifkie menjadi seperti kecewa. 

"Kau terlalu mengekangnya, Shafa ! Seharusnya kau membiarkan Saktia merasakan apa itu yang namanya 'cinta', apa itu yang di sebut dengan 'cinta pertama', apa itu 'seks'. Apa kau sadar bahwa kau terlalu mengekang hidup Saktia?" ujar Rifkie sok menghakimiku. 

"Justru karena itu, aku melakukannya karena aku sayang padanya ! Aku tidak mau Via dekat dengan playboy brengsek sepertimu, kau hanya bilang 'sayang' pada orang yang kau taksir, tetapi, begitu ada gadis yang lain kau langsung selingkuh ! Karena itu, aku membatasi pertemuan Via denganmu Rifkie. Harusnya kau yang sadar akan hal itu ! Hal yang kau bilang 'selingkuh' itu adalah hal yang dosa, memangnya kau tidak malu ya? Dimana letak urat malumu, HA?" ujarku emosi. 

Rifkie hanya memasang wajah santainya, tidak menunjukkan sikap ia malu melakukannya. "Baiklah kalau itu maumu Shafa, aku takkan pernah mendekatimu maupun Saktia. Kau puas kan sekarang?" ujar Rifkie santai dan pergi berlalu. Tetapi, aku tidak peduli padanya. Semenjak insiden hari ini, aku dan Rifkie tidak pernah saling kontak-mengontak lagi. Aku menyimpan rasa kecewa padanya yang justru tidak ingin bertobat atas kelakuannya yang kuanggap membuat Tuhan malu dengan ciptaan-Nya yang sepert ini.

.
.
.

~Rumah Via & Shafa 

Setibanya aku di rumah, kulihat Via sedang mengerjakan tugas dengan temannya, Sisil, Nobi, dan juga Dena di ruang tamu. Aku ke ruang tamu dan mengirim pesan pada Nadhifa yang tadi tak sempat kubalas karena aku menjenguk senior Viny. 

"Kau sudah pulang, Via?" tanyaku. 

"Iya, aku sudah pulang. Aku bawa Sisil, Nobi dan Dena ke rumah, tidak apa-apa kan kak?" jawab Via. Via terkadang memainkan ponselnya dan terkadang tertawa sendiri dan senyum-senyum. Aku agak curiga karena biasanya jika Via membuka sosial media maupun membalas pesan singkat dari teman-temannya tidak seperti itu. 

"Siapa itu yang kau SMS?" tanyaku sembari menghampirinya. 

"Eh? Bu… Bukan apa-apa kok kak" ujar Via sambil cengar-cengir sendiri dan menekan ponselnya cepat.

"Benar?" jawabku sinis.

"Benar kok, bukan kak Rifkie ! Tenang saja, aku sedang mengirim SMS pada Kariin" ujar Via gugup. 

Aku hanya menggarukkan kepalaku bingung, "Baiklah, aku ke teras dulu ya."

Saat aku membuka pintu dan berjalan menuju teras, tiba-tiba, ada seorang gadis berwajah tsundere dan bermata sipit bak orang China keturunan Jepang. Sepertinya, dia teman Via yang namanya Delia. Tetapi, aku jarang melihatnya. 

"Kak Shafa…" panggil seseorang padaku. 

"Eh? Siapa kau?" tanyaku sembari menaikkan alisku sebelah. 

"Ssst, bicaranya pelan-pelan saja. Apa Via ada?" sahutnya sembari berbicara pelan. 

"Via? Dia ada di rumah kok. Memangnya kenapa?" jawabku penasaran. 

"Bicaranya di sini saja, kak Shafa" ujarnya memanggilku keluar. 

Aku melihat kanan dan kiri memastikan tidak ada yang melihatku. Setelah aku memastikan keadaannya tenang, aku pun masuk ke semak-semak dimana gadis itu berdiri. 

"Ada perlu apa?" tambahku. 

"Sebelumnya, perkenalkan, namaku Delia Erdita. Aku teman satu kelas dengan Via, di kelas 1-A. Sejujurnya, aku tertarik pada Via dan aku selalu memantaunya di sekolah. Apa kak Shafa tahu jam berapa Via pulang?" ujar Delia yang membuatku penasaran.

"Sekitar jam empat belas siang, karena dia ada latihan drama untuk Pentas Akhir Tahun. Memangnya ada apa Delia?" tanyaku pada Delia. 

"Begini, ada yang ingin kutunjukkan pada kak Shafa," Delia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto padaku. Aku tidak bisa berkata apa-apa saat melihat foto Via sedang berduaan dengan Rifkie si playboy brengsek itu di taman di depan fakultasku. 

"Jadi, hari ini tidak ada latihan drama untuk Pentas Akhir Tahun. Aku melihat laki-laki itu menjemput Via dan aku mengikutinya karena aku penasaran. Dia membawa Via ke sebuah taman di depan fakultas kakak. Kulihat Via dan laki-laki tersebut saling berpegangan tangan. Kupikir kakak sudah tahu soal ini. Maaf ya kak Shafa aku menceritakan soal seperti ini pada kakak, aku takut jika Via membohongi kakak." 

Aku masih tercengang dengan foto yang baru saja Delia perlihatkan padaku. Aku tidak percaya, bukankah playboy brengsek itu sudah berjanji padaku untuk tidak mendekati Via? Rupanya, Rifkie membuat janji manis dan melanggar janji tersebut. Sialan, kenapa aku harus percaya kalau akhir-akhirnya Rifkie akan berjalan berduaan dengan Via? 

"Baiklah, terima kasih atas buktinya Delia. Sekarang, pulanglah ke rumahmu. Sekali lagi, terima kasih atas bukti yang telah kau beritahukan padaku." 

Saat aku berniat mengirim pesan kepada Rifkie, tiba-tiba….

[GUBRAK !!!]

"KYAAAAA ! VIA !!!!!" terdengar suara teriakkan Dena dari arah ruang tamu. Dengan cepat, aku berlari menuju ruang tamu. 

"Dena ! Ada apa ?!" teriakku begitu membuka pintu. 

Aku tercengang saat melihat Via tergeletak dengan kepalanya yang mengucurkan darah segar yang cukup banyak. Terlihat dari wajahnya yang pucat, aku bisa melihat Via sangat menderita. 

"VIA !!!!" pekikku terkejut. Aku segera menghampiri Via yang merintih kesakitan. "Via, kau tidak apa-apa ?!" tanyaku panik. Via hanya melihatku sekilas, darah dari dahinya mengucur deras. "Kak… Sha… Ffa…." lirih Via memanggil namaku lalu menutup matanya tak sadarkan diri. 

Aku segera membopong Via. "Nobi ! Tolong panggilkan supirku !" perintahku. Nobi segera berlari dan memanggil supirku. Aku membopong Via dan berlari keluar diikuti oleh Dena dan Sisil. Saat mobil sedanku datang, aku segera memasukkan Via ke bagian belakang mobil. Setelah itu, kami segera berangkat menuju Rumah Sakit. 

.
.
.

~Rumah Sakit

Setelah beberapa jam kami menempuh perjalanan, akhirnya kami tiba juga di Rumah Sakit. Via pun segera dibawa ke ruangan untuk di periksa. Saat aku, Nobi, Sisil dan Dena duduk di ruang tunggu, Dena tak henti-hentinya menangis. 

"Huuu huuu….. Vvi… Aaa… Hiks hiks," Dena menangis tersendu-sendu. Aku merasa kasihan pada Dena. Ku geser posisiku hingga aku dekat dengan Dena, lalu, kupeluk Dena. Ku elus-elus rambutnya. Dena membalas pelukanku. Kubiarkan dia menangis di bahuku. Aku tak peduli jika bagian bahu di bajuku basah, aku mengerti perasaan Dena. Sebenarnya, aku ingin menangis. Tetapi, aku harus kuat dan tabah menghadapi ini semua. Aku tidak ingin menangis di hadapan Via. 

Tidak lama kemudian, senior-seniorku di fakultas pun datang. Senior Rona, senior Natalia, senior Hanna, senior Viny, senior Lidya dan senior Ikha langsung duduk di ruang tunggu. "Yang tabah ya, Shafa, pasti Yang Maha Kuasa akan membawa mukjizat. Walau kita tak tahu kapan Ia memperlihatkan mukjizat-Nya," senior Viny menepuk punggungku. Aku hanya mengangguk mengerti. "Ya Tuhan, selamatkanlah Via…. Kabulkanlah do'a-ku ini Ya Tuhan. Amin…" do'aku dalam hati sembari menundukkan kepalaku. 

Beberapa menit kemudian, dokter Delima pun keluar. 

"Siapa di antara kalian yang bernama Fakhriyani Harrya Shafariyanti?" tanya  dokter Delima. Aku mendongakkan kepalaku, "Saya Fakhriyani Harrya Shafariyanti."

"Shafa, kondisi adikmu, Saktia dalam kondisi kritis. Dia kehilangan sebanyak 50% darahnya karena terus mengucur tanpa henti. Rumah Sakit kami juga kehabisan stok darah. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Saktia yaitu mendonorkan darahnya untuk Saktia. Tetapi, resikonya si pendonor akan meninggal. Tetapi, di sini nyawa Saktia juga di pertaruhkan" jelas dokter Delima. 

Aku menundukkan kepalaku. Aku merenungkan semua kesalahanku selama ini. Untuk apa sebenarnya kuhidup? Aku memang agak kasar pada Via. Aku kasar dan marah pada Via bukan berarti aku benci pada Via, tetapi, aku sayang pada Via. Aku merasakan air mataku mengalir dari pelupuk mataku. 

"Saya bersedia !" ujarku sembari menundukkan kepalaku dan menangis. Dokter Delima, Nobi, Sisil, Dena, dan para senior-seniorku yang berada di ruangan ini terkejut. 

"Kak Shafa, tapi….." 

"Sudah Dena, aku sayang pada Via. Nobi, Sisil, dan Dena, aku serahkan soal Via pada kalian bertiga. Kumohon, jagalah dia baik-baik. Aku sudah terlalu banyak menimpa beban dan aturan pada Via yang terlalu mengekangnya. Cita-citanya sangat mulia, dia ingin menjadi dokter yang bisa menyembuhkan setiap orang dan membuat mereka tersenyum. Aku tidak mau Via pergi sekarang. Kalau Via pergi sekarang, itu sama saja Via membuang impian dan cita-citanya di sini, kan?" ujarku sembari menangis keras. Senior Viny, senior Ikha, dan senior Natalia memelukku. 

"Tetapi, beri aku waktu sebentar dokter Delima. Izinkan aku menulis surat untuk Via," dokter Delima mengangguk. Aku pun menulis surat dalam kertas buku. Selesai menulis surat, kumasukkan surat itu ke dalam sebuah amplop. 

"Maafkan aku ya, Via…. Aku tidak bisa menemanimu lagi. Maaf kalau aku banyak salah ya, maafkanlah diriku Via, aku ingin kau hidup bahagia dan menjadi dokter yang menyelamatkan banyak jiwa dan raga, serta membawa mukjizat yang mampu membuat orang lain tersenyum. Aku sayang padamu, Saktia" ujarku lalu mencium keningnya lembut. Meskipun air mataku mengalir deras, aku tidak peduli. Yang kupedulikan adalah nyawa dan keselamatan Via. 

"Tuhan…. Jaga adikku, buat dia selalu di jalan-Mu. Mudahkanlah dia dalam melakukan hal kebaikan, jauhkanlah dia dari segala keburukan, dekatkanlah dia dengan cita-citanya yang mulia itu. Aku berterima kasih kepadamu Tuhan, berkat-Mu, aku memiliki adik seperti Via. Terima kasih untuk memberikanku Via Tuhan, bagiku, Via adalah yang terbaik…. Jagalah dia baik-baik dan berikanlah dia jodoh yang sesuai keinginannya…. Biarkanlah dia mendapatkan cinta pertamanya…. Amin…" do'aku dalam hati. Setelahnya, aku pun berjalan menuju ruang operasi. 

Dokter Delima dan para dokter asing lainnya mulai menyuntikkan berbagai obat yang asing ke dalam tubuhku dan membiusku. Meskipun tubuhku sudah di bius, aku masih bisa merasa seluruh darahku seperti tersedot ke dalam tabung darah yang akan di donorkan untuk Via. Sakitnya memang tak tertahankan, tetapi, aku tetap berjuang. Karena darahku ini kuwariskan pada adikku tercinta, Saktia Oktapyani. Aku merasa darahku hampir habis. Setelah beberapa detik kemudian, aku pun menghembuskan nafas terakhirku. Aku sudah berjuang, demi Via. Air mataku pun mengalir lagi. Maafkan aku, Saktia….. 

.
.
.

Setelah prosesi pendonoran darah selesai, Via pun membuka matanya walaupun kepalanya sedikit pusing.

Di sebelah ranjang, Via melihat Dena yang sedari tadi menggenggam tangannya seperti menahan tangisannya sambil menggigit bibir bawahnya. "Dena? Kenapa kita ada di sini? Bukankah…. Seharusnya kita ada di rumahku dan mengerjakan tugas?" tanya Via yang baru sadar. 

"Dena, Sisil, Nobi, dimana kak Shafa?" tanya Via yang mencari sosokku di antara mereka bertiga. Dena memeluk erat tubuh Via yang masih lemah. "Yang sabar ya Via, kak Shafa sudah tidak ada di sini" ujar Dena tersenyum sambil meneteskan air matanya. Setengah air matannya bahagia, dan setengah air matanya lagi bersedih. 

"Ti… Tidak ada? Kumohon, berhentilah bercanda Dena" ujar Via. Nobi dan Sisil memeluk Via. Via melihat ke arah sampingnya. Via melihat tubuhku yang sudah kaku dan tak bernyawa lagi. "Kak Shafa? Kak Shafa !" teriak Via lalu melepas jarum infus yang menancap pada tangan kirinya lalu berlari ke arahku. Via melihat wajahku dari dekat. Via pun melihat wajahku yang sudah memucat dengan senyuman terindahku. Via meneteskan air matanya. Via memeluk tubuhku yang sudah kaku dan meneteskan air matanya yang perlahan membasahi tubuhku yang sudah dingin nan kaku, "Hiks, hiks…. KAK SHAFA !!!!" 

Dari belakang, Dena memeluk Via erat-erat, "Sudah Via, tak apa. Kak Shafa hidup bersamamu, darahnya mengalir pada tubuhmu."

Nobi pun menyerahkan surat dariku untuk Via yang kutulis sebelum kepergianku pada Via, "Ini dari kak Shafa, bacalah Via."

Via pun membuka surat tersebut. 

"Via adikku sayang…..

Bagaimana kondisimu sekarang?
Apa kau sehat setelah menerima darahku, Via?
Maaf, aku pergi menyusul Ayah dan Ibu lebih dulu….
Aku tidak ingin melihatmu terbaring lemas yang membuatku menjadi tak berdaya…

Via….
Maaf ya…
Aku sudah mengekang hidupmu, dengan melarangmu segala sesuatu. Seperti melarangmu berpacaran, berjalan berdua dengan para laki-laki, membatasimu untuk berbicara dengan Rifkie, temanku….. 
Aku hanya tidak mau melihatmu menangis hanya karena hal sepele, karena cinta, dan karena kau di selingkuhi oleh laki-laki, di cabuli oleh lelaki hidung belang. Aku tidak mau kau mengeluarkan air mata berhargamu hanya karena itu semua…

Via….
Kejarlah impianmu. Kau pernah bilang padaku kalau kau ingin menjadi dokter dan menyelamatkan banyak jiwa dengan bantuan mukjizat dari Tuhan dan mukjizat yang kau buat sendiri, kan? 
Darahku sekarang kuwariskan padamu dan mengalir dalam tubuhmu. Maafkan aku ya Via, kalau aku selalu memarahimu jika kau pulang dengan lelaki. Sejujurnya, aku takut jika para lelaki yang mengajakmu pulang itu mencabulimu, memperkosamu hingga kau sekarat, dan membunuhmu. 
Buatlah aku, almarhum Ayah dan almarhuma Ibu bangga padamu. Sejauh ini, kau sudah membuatku bangga padamu. Aku bersyukur kau telah lahir untukku, untuk keluarga ini…. 
Aku yakin kelak suatu saat nanti kau bisa menjadi dokter yang hebat seperti dokter Delima, dan menolong semua orang dengan bantuan mukjizat dari Tuhan dan mukjizat yang kau buat sendiri. 

Aku sayang padamu, Saktia." 

Air mata Via makin menjadi. Via tak kuasa menahan tangisannya karena sosok yang selama ini melindunginya, membimbingnya, menjaganya dan menemaninya dalam suka dan duka telah pergi meninggalkannya sendirian. 

"Kak Shafa…. Aku sayang kakak… Kenapa kakak… Harus pergi secepat ini?" ujar Via kembali meneteskan air matanya di kertas putih yang berisikan kalimat dariku untuknya. 

.
.
.

Keesokan harinya, senior-senior dari fakultasku, Via dan teman-temannya datang untuk mengantarkanku ke tempat peristirahatan terakhirku. 

Tangisan dari senior-senior dari fakultasku yang dekat denganku, Via dan teman-temannya tak terbendung lagi ketika tubuhku di tutupi dengan tanah. Cuaca saat itu mendung, Tuhan pun turut berduka cita atas kepergianku yang merelakan darahku agar Via tetap hidup. Via tak bisa berhenti menangis dan bahkan saat prosesi sudah selesai, Via masih menangis dan memeluk batu nisan yang bertuliskan nama lengkapku. 

"Kakak, aku sayang padamu. Aku tahu kakak sayang padaku, aku tidak marah jika kakak melarangku. Karena aku tahu kakak melakukan itu semua demi kebaikan untuk aku. Kakak istirahat yang tenang ya di sana…. Sebelumnya, maafkan aku ya kalau aku pernah membohongi kakak. Aku janji, aku akan mendengarkan kata-kata dari teman-temanku dan senior-senior kakak. Do'akan aku dari atas sana ya kakak… Aku akan menjadi dokter yang hebat seperti dokter Delima. Terima kasih ya kakak atas perhatianmu selama ini…. Dan… Darah ini, darah yang kakak wariskan padaku akan kujaga baik-baik sehingga sampai ada yang membutuhkannya. Aku akan membuat kakak bangga padaku. Jadi… Awasi aku dari atas sana ya kak…. Aku sayang kakak" ujar Via sambil tersenyum dan berdiri perlahan-lahan. 

Via dan yang lain pun meninggalkan taman pemakaman. Kupeluk Via dari belakang. Meskipun Via tidak menyadarinya, tetapi Via menyilangkan tangannya da menggenggam kedua tanganku. Kulepas kedua tanganku secara perlahan. Via dan yang lain lanjut berjalan meninggalkan tempat ini. 

Aku sayang padamu, Saktia…… 


~The End~